Rabu, 26 September 2012

Problem Susu Etawa


Sudah terlalu malam ketika saya tiba di Sumowono, desa di gugusan Bukit Menoreh, Purworejo, Jawa Tengah. Sudah terlalu gelap untuk bisa melihat kandang-kandang kambing di desa itu.
Saya salah perhitungan. Berbekal alamat saja ternyata tidak cukup. Rencana untuk tiba di desa itu pukul 17.00 pun meleset.
Jarak Jogja-Purworejo yang diperkirakan bisa ditempuh satu jam ternyata harus tiga jam. Untuk bisa keluar dari Jogja saja sudah memerlukan waktu satu jam sendiri. Proyek flyover di ujung ring road Jogja itu membuat lalu-lintas sore hari macet-cet.
Tapi, itu bukan menyebab utama. Kesalahan fatalnya karena saya salah memilih jalan: untuk ke desa Sumowono ternyata bisa lewat Godean. Tidak perlu masuk kota Purworejo. Tapi nafsu besar untuk bisa menikmati dawet hitam yang terkenal itu membuat saya ingin masuk kota Purworejo.

Akhirnya saya baru masuk desa itu pukul 20.30. Sepi. Gelap. Pak Lurah Maryono pun tidak di rumah. Untung bisa dicari untuk segera pulang. Sudah lama saya ingin ke desa ini karena keistimewaan kambingnya. Tapi tidak mungkin di kegelapan seperti itu saya bisa melihat di mana letak kecantikan kambing-kambing Sumowono.
Maka saya putuskan saja bermalam di desa itu. Baru pagi-pagi keesokan harinya keinginan melihat kambing istimewa itu terlaksana. Sambil menikmati hawa sejuk pagi hari di Bukit Menoreh.
Malam itu, di rumah Pak Maryono yang belum sepenuhnya jadi, kami bisa ngobrol lesehan dengan beberapa penduduk yang memelihara kambing bantuan BUMN. Saya ingin melihat sendiri kenyataan di lapangan apakah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN itu benar-benar sebaik yang dilaporkan.
Kian malam obrolan kian menarik. Suguhan singkong goreng dan pisang rebusnya enak sekali. Apalagi Bu Lurah Maryono juga menyuguhkan susu hangat dari kambing etawa, yang manisnya berasal dari gula aren produksi desa sendiri.

1 komentar:

penjajalan.... cuma copas dari dahlaniskan.wordpress.com

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites